Makna dalam Identitas
Siapa kamu?
Dari mana asalmu?
Apa saja kemampuanmu?
Kenapa kamu melakukan ini dan itu?
Sejak kapan kamu melakukan hal-hal tersebut?
Bagaimana pendapatmu tentang….?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin menjadi pertanyaan-pertanyaan umum yang terjadi dalam interaksi orang yang baru saja berkenalan, tapi mungkin beberapa diantaranya menjadi pertanyaan yang lebih mendalam yang biasanya tidak diutarakan saat pertama kali bertemu. Namun, pada umumnya kita melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas pada lawan bicara kita dengan tujuan untuk mengenal lebih banyak siapa orang yang sedang kita ajak berbicara.
Serangkaian pertanyaan-pertanyaan di atas juga dapat dimaksudkan untuk mengidentifikasi seseorang, walau tak jarang orang lebih mudah atau lebih suka mengidentifikasi berdasar apa yang terlihat mata. Mengapa kita melakukan proses identifikasi seperti ini? Tentu saja kepentingannya berbeda-beda tergantung siapa yang melakukannya. Ada yang hanya ingin lebih mengenal dalam relasi pertemanan, ada yang dalam tujuan profesioal, maupun dalam tujuan-tujuan lainnya. Identifikasi menghasilkan identitas. Namun, bagaimana jika kita melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sama pula bagi diri sendiri? Apakah kita bisa menjadikan jawaban-jawaban tersebut sebagai pembentuk identitas diri? Mungkin saja bisa, tapi apa bisa dengan tepat? Lagipula apa sih pentingnya identitas diri? Bukankah dunia ini pun membentuk identitas diri kita? Gender, suku, agama, ras, status sosial, jenjang pendidikan, status ekonomi, hingga hal-hal yang sangat personal; seperti kondisi fisik tertentu, gaya hidup, kebiasaan dan banyak lagi. Begitu banyak hal yang membentuk identitas diri, manusia seringkali lupa akan identitas diri, atau jika saya bisa katakan sebagai jati dirinya sesungguhnya; tenggelam dalam berbagai lapisan topeng yang menyelubungi keaslian diri.
Identitas diri seharusnya bisa kita pahami ketika kita mengenal betul siapa diri kita. Mungkin dengan kembali menyusun pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti apa tujuan hidup kita; bagaimana kita akan menjalaninya. Proses ini bisa saja dikatakan sebagai pencarian makna diri. Mungkin saja seiring dengan berjalannya waktu jawaban-jawabannya bisa saja berubah, tergantung bagaimana pengalaman hidup kita, bagaimana kita berespon, dan menghidupi hidup kita. Dengan demikian, bisa saja proses ini tidak akan berhenti, karena hidup kita pun terus berjalan. Jadi, bukankah sesungguhnya puncak dari makna hidup ini adalah ketika kita sudah tidak lagi di bumi ini?
Bagaimana kita sebagai orang percaya; sebagai orang yang disebut murid Kristus?
Proses ini juga berlangsung bertahap dalam formasi iman. Pengenalan membutuhkan proses; ada pengetahuan dan pemahaman yang dibarengi dengan respon iman yang benar. Pertumbuhan iman yang benar akan menuntun kita dalam menjalani hidup dalam jalan dan kehendak Kristus, karena sejatinya tujuan hidup kita adalah untuk menjadi serupa dengan Kristus. Kita hanyalah manusia yang terbatas dan tidak mungkin bisa menyamai Dia yang sempurna dan sejati, tapi dalam ketaatan kita berjalan dalam kehendak-Nya. Dengan demikian, apapun kata dunia yang berusaha membentuk identitas diri kita, kita tidak akan tenggelam dalam lapisan topeng, dan tidak kehilangan makna diri.
No comments:
Post a Comment