Toto-chan; Gadis Cilik di Jendela merupakan sebuah buku bacaan ringan yang sesungguhnya diangkat dari kisah hidup asli sang penulisnya sendiri. Buku yang menjadi sangat populer di masanya, hingga diterjemahkan keberbagai bahasa, juga termasuk dalam bahasa Indonesia.
Buku ini sesungguhnya saya baca karena direkomendasikan oleh dosen dalam sebuah pembelajaran dalam perkuliahan di semeseter 2 ini; di mana mata kuliah ini berhubungan dengan strategi pembelajaran. Setelah menelusuri beberapa review dari buku ini, saya mendapati bahwa memang banyak pihak yang menjadikan buku ini sebagai pembelajaran, acuan, inspirasi, bahkan percontohan terutama dalam dunia pendidikan dan parenting. Sangat menarik!
Membaca sekilas resensi dari berbagai tulisan orang lain membuat saya semakin penasaran dengan kisah seru dari si gadis cilik ini. Tulisan ini saya buat sebagai review singkat yang difokuskan pada bab V (Kepala Sekolah). Meskipun hingga tulisan ini dibuat saya sudah membaca beberapa bab lagi dan akan saya lanjutkan review buku ini di bagian lain blog ini.
BAB V - Kepala Sekolah
Seperti judulnya, bab ini akan memfokuskan pembaca pada sosok kepala sekolah. Karena ini kali pertama sang kepala sekolah yang "terkenal" itu diekspos.
First Impresion:
Kesan pertama yang saya tangkap dari penggambaran penulis pada si kepala sekolah adalah seorang paruh baya yang rapi dan ramah. Hal ini terlihat ketika Toto-chan menanyakan hal yang mungkin dirasa oleh ibunya sebagai sesuatu kurang sopan, si kepala sekolah menanggapi dengan cara yang santai tanpa perlu memarahi atau menegur.
Cerita berlanjut ketika si kepala sekolah menyuruh mamanya untuk pulang karena ingin berbicara berdua saja dengan Toto-chan. Ternyata, Pak kepala sekolah menyuruh Toto-chan untuk bercerita. Apa pun. Sesuka hatinya. Selama yang dia butuhkan untuk menyampaikan ceritanya. Sangat aneh menurut saya, karena 2 hal bisa terjadi di sini. Entah si anak akan bercerita tak henti-henti tanpa bisa dimengerti dengan jelas (ini pengalaman saya dengan beberapa anak, termasuk anak sendiri) karena plot yang tumpang tindih, pelafalan kata yang tidak sempurna, dan penggambaran imajinasi yang masih minim, dan kendala lainnya. Atau, si anak akan diam saja karena tidak tahu apa yang harus dia bicarakan dengan seorang asing ini; yang tentu saja bukan karakter seorang Toto-chan.
Namun, itulah yang diminta oleh kepala sekolah tersebut, dan tepatlah dugaan saya bahwa reaksi Toto-chan persis seperti yang pertama; dia akan berbicara ngalor-ngidul dengan penuh antusias menceritakan seluruh pengalaman hidup yang terlintas di kepalanya dengan alur tidak jelas, tidak ada kesatuan cerita, dan saya membayangkan betapa membingungkan seluruh cerita itu. Meskipun berdasarkan pengalaman saya pribadi, tentu banyak hal menarik, lucu, dan terkadang menyentuh hati ketika mendengarkan cerita dari anak kecil yang polos.
Hal yang lebih mengherankan lagi ternyata mereka menghabiskan waktu kurang lebih 4 jam dalam sesi yang luar biasa itu. Ya, luar biasa menurut saya jika ada seorang kepala sekolah yang mau meluangkan waktunya begitu lama untuk mendengarkan cerita tidak jelas seorang anak kecil yang kemungkinan saja tidak ada efek apa pun bagi hidupnya. Mengapa dia mau melakukan semua itu? Bagaimana dia bisa tahan duduk mendengar selama itu? Apa tujuannya?
Di akhir bab ini memang tidak dijelaskan mengapa si kepala sekolah mau melakukan hal ini atau apa yang menjadi tujuannya, tapi saya berpikir tepat seperti apa yang Toto-chan pikirkan, bahwa dia merasa aman, hangat, dan senang, bahkan Toto-chan merasa ingin bersama kepala sekolah yang baru dia temui itu selama-lamanya. Ada sebuah ikatan yang terjalin dalam sesi panjang itu. Saya belum membaca jauh dalam cerita buku ini saat penulisan ini, tapi saya percaya apa yang dilakukan oleh sang kepala sekolah, semuanya dibangun dengan penuh kesabaran dan passion yang begitu dalam. Namun, bagaimana bisa dia memiliki semua itu? Untuk saat ini, saya hanya bisa membayangkan bahwa si kepala sekolah memiliki hati yang penuh dengan kasih, yang menjadi landasan dari setiap tindakannya.
Semoga...
Saya menantikan waktu untuk melanjutkan pembacaan novel lucu ini
No comments:
Post a Comment